Katekese tentang Kesombongan
Santo Yohanes Maria Vianney
Kesombongan adalah dosa terkutuk yang menyebabkan para malaikat terusir dari surga, serta dilemparkan ke dalam neraka. Dosa ini dimulai dengan dunia. Lihatlah, anak-anakku, kita berdosa dengan kesombongan kita dalam banyak hal. Seseorang mungkin menyombongkan diri karena pakaiannya, karena bahasanya, karena gerakan tubuhnya, bahkan karena gayanya berjalan. Sebagian orang, ketika mereka berada di jalan, berjalan dengan angkuhnya, seolah-olah hendak mengatakan kepada orang-orang yang berpapasan dengan mereka, “Lihatlah betapa tingginya, betapa gagahnya aku, betapa indahnya gerak langkahku!” Sebagian lagi, ketika mereka telah melakukan suatu perbuatan baik, tidak akan pernah bosan membicarakannya; dan jika mereka gagal dalam suatu hal, mereka akan menderita sebab mereka pikir orang-orang akan berpendapat buruk tetang mereka…. sebagian lagi menyesal terlihat sedang bersama orang miskin, jika mereka berjumpa dengan seseorang yang terkemuka; mereka selalu mencari teman dari kalangan berada…jika secara kebetulan, mereka mendapat perhatian dari orang-orang terkenal, mereka akan membanggakannya serta menyombongkan diri. Sebagian lagi menyombongkan diri karena perkataan mereka. Ketika hendak berjumpa dengan orang-orang kaya, mereka memikir-mikirkan terlebih dahulu apa yang hendak mereka katakan, mereka belajar tata bahasa yang halus, dan jika mereka melakukan kesalahan dengan satu kata saja, mereka akan merasa sangat jengkel, sebab mereka takut akan ditertawakan orang. Tetapi, anak-anakku, tidak demikian halnya dengan seseorang yang rendah hati …….. tidak peduli apakah ia ditertawakan atau dijunjung tinggi, atau dipuji, atau dipersalahkan, apakah ia dihormati atau dipandang hina, apakah orang memberikan perhatian kepadanya atau mengacuhkannya, semuanya sama saja baginya.
Anak-anakku, ada juga orang-orang yang memberikan derma dalam jumlah besar, agar mereka diingat dan dikenang dengan baik - bukan begitu. Orang-orang itu tidak akan menuai hasil dari perbuatan-perbuatan baik mereka. Sebaliknya, derma mereka akan berubah menjadi dosa. Kita membubuhkan kesombongan dalam segala hal bagaikan garam saja. Kita senang jika perbuatan-perbuatan baik kita diketahui orang. Jika kebaikan-kebaikan kita dilihat orang, kita merasa senang; sebaliknya jika kelemahan-kelemahan kita diketahui orang, kita merasa sedih. Aku katakan bahwa sebagian besar orang; jika seseorang mengatakan sesuatu tentang kelemahan mereka, hal itu akan mengganggu mereka, akan menjengkelkan mereka. Para kudus tidaklah demikian - mereka justru tidak suka jika kebaikan-kebaikan mereka diketahui orang, dan merasa senang jika kelemahan-kelemahan mereka diketahui orang. Seseorang yang sombong merasa bahwa segala sesuatu yang ia lakukan selalu baik; ia selalu ingin menguasai orang lain; ia selalu benar, ia selalu berpikir bahwa pendapatnya sendiri lebih baik daripada pendapat orang lain. Bukan begitu! Seseorang yang rendah hati dan terpelajar, jika dimintai pendapatnya, akan segera memberikannya, dan kemudian membiarkan yang lain berbicara. Tidak peduli apakah mereka benar, atau apakah mereka salah, ia tidak akan mengatakan apa-apa lagi.
Ketika St. Aloysius Gonzaga masih seorang siswa, ia tidak pernah mencari-cari alasan jika ia dipersalahkan karena apapun; ia menyatakan pendapatnya, dan tidak merepotkan diri lebih jauh tentang pendapat orang lain; jika ia salah, ia mengaku salah; jika ia benar, ia mengatakan kepada dirinya sendiri, “Tentulah aku melakukan kesalahan di waktu lalu.” Anak-anakku, para kudus sepenuhnya mati bagi diri mereka sendiri, sehingga mereka tidak terlalu ambil peduli apakah orang lain sependapat dengan mereka. Orang-orang di dunia mengatakan, “Oh, para kudus itu adalah orang-orang bodoh!” Ya, mereka bodoh akan hal-hal duniawi; tetapi mereka bijaksana akan hal-hal Tuhan. Mereka tidak mengerti sama sekali mengenai hal-urusan duniawi, sebab mereka memandangnya sebagai urusan yang remeh, sehingga mereka tidak memberikan perhatian kepadanya.
Kesombongan adalah pendapat yang tidak benar akan diri kita sendiri, pemikiran yang tidak benar akan yang bukan diri kita. Seseorang yang sombong selalu memperolok dirinya sendiri, dengan tujuan agar orang lain semakin memujinya. Semakin seseorang yang sombong merendahkan dirinya, semakin banyak ia mengharapkan puji-pujian atas kesia-siaannya yang menyedihkan itu. Ia menghubung-hubungkan apa yang telah ia lakukan, dan apa yang tidak ia lakukan; ia memenuhi khayalannya dengan apa-apa yang telah dikatakan orang untuk memuji dirinya, dan dengan segala daya upaya berusaha untuk memperoleh lebih banyak pujian; ia tidak akan pernah puas dengan pujian. Lihatlah, anak-anakku, jika kalian menunjukkan sedikit saja ketidaksenangan terhadap seseorang yang telah menghambakan dirinya kepada cinta diri, maka ia akan marah dan menyalahkan kalian akan keacuhan serta ketidakadilan kalian terhadapnya… Anak-anakku, kita ini adalah kita yang sebenar-benarnya hanya dalam pandangan Tuhan, dan tidak lebih. Apakah kurang jelas dan kurang nyata bahwa kita ini bukan apa-apa, bahwa kita ini tidak dapat melakukan apa-apa, bahwa kita ini amat malang? Dapatkah kita melupakan dosa-dosa kita dan berhenti merendahkan diri kita sendiri?
Jika kita menyadari keadaan kita yang sesungguhnya, kerendahan hati akan merupakan hal yang mudah bagi kita, dan iblis kesombongan tidak akan mempunyai tempat lagi di hati kita. Lihatlah, hari-hari kita bagaikan rumput - bagaikan rumput yang sekarang menghijau di padang, dan akan segera layu dan mati; bagaikan biji jagung yang segar hanya sesaat dan akan segera kering terbakar matahari. Sesungguhnya, anak-anakku, hari ini kita hidup dan kesehatan kita prima, esok hari, kematian mungkin memungut kita serta menuai kita, seperti kalian memungut jagung kalian serta menuai ladang kalian… Apa yang tampaknya kuat, yang hebat, yang indah, sifatnya hanya sementara saja …..Kemuliaan dunia ini, masa muda, kehormatan, kekayaan, semuanya berlalu demikian cepat, secepat bunga-bunga rumput, secepat bunga-bunga di padang …. Marilah kita merenungkan bahwa suatu hari nanti kita akan menjadi debu, kita akan dilemparkan kedalam api bagaikan rumput kering, jika kita tidak takut akan Allah yang baik.
Umat Kristiani yang saleh tahu benar akan hal in, anak-anakku; oleh karena itu mereka tidak menyibukkan diri mereka sendiri dengan tubuh mereka, mereka memandang rendah hal-hal duniawi, mereka memikirkan hanya jiwa mereka dan bagaimana mempersatukan jiwa mereka itu dengan Tuhan. Dapatkah kita menyombongkan diri di hadapan teladan-teladan kerendahan hati dan kehinaan diri yang ditunjukkan Kristus kepada kita, dan tetap ditunjukkan-Nya kepada kita setiap hari? Yesus Kristus datang ke dunia, menjelma menjadi manusia, dilahirkan miskin, hidup miskin, wafat di salib, dengan diapit dua penyamun… Ia mengadakan Sakramen yang amat mengagumkan, di mana Ia berkomunikasi dengan kita dalam rupa Ekaristi; dan dalam Sakramen ini Ia mengalami kehinaan diri yang paling luarbiasa. Dengan tinggal senantiasa dalam tabernakel kita, Ia ditinggalkan, Ia disalahmengerti oleh orang-orang yang tidak tahu berterima kasih; namun demikian Ia tetap senantiasa mengasihi kita, tetap melayani kita dalam Sakramen Mahakudus.
Oh, anak-anakku! Betapa suatu teladan kehinaan diri yang telah ditunjukkan oleh Yesus yang baik kepada kita! Pandanglah Dia yang Tersalib, di mana dosa-dosa kitalah yang telah menyalibkan-Nya; Pandanglah Dia: Ia memanggil kita serta berkata kepada kita, “Datanglah kepada-Ku dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati.” Betapa baiknya para kudus memahami undangan ini, anak-anakku! Oleh sebab itu, mereka semua mencari kehinaan diri dan penderitaan. Jadi, seturut teladan mereka, janganlah kita takut direndahkan dan dihina. St. Yohanes dari Tuhan, pada awal pertobatannya, berpura-pura gila, lari ke jalanan dengan diikuti orang banyak yang melemparinya dengan batu; ia selalu datang berbalut lumpur dan darah. Ia dikurung sebagai orang gila; cara pengobatan yang paling kejam dilakukan untuk menyembuhkan penyakitnya yang hanya tipuan belaka; dan ia menanggung semuanya itu dengan semangat tobat, dan dengan semangat silih atas dosa-dosanya di masa silam. Allah yang baik, anak-anakku, tidak menghendaki hal-hal yang luar biasa dari kita. Ia hanya menghendaki agar kita lemah lembut, rendah hati dan bersahaja, maka kita akan senantiasa menyenangkan hati-Nya; kita akan menjadi seperti anak-anak kecil; dan Ia akan menganugerahkan kepada kita rahmat untuk datang kepada-Nya dan menikmati kebahagiaan para kudus.
sumber: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”